Di zaman modern dan pendidikan yang sangat maju, ada satu keahlian yang tidak diajarkan di sekolah tapi wajib dikuasai, yakni pura-pura sibuk. Keahlian ini telah menyelamatkan jutaan orang dari pertanyaan mengerikan seperti: "Kamu kerja di mana sekarang?."
Lalu ada pertanyaan lagi yang lain: "Lagi sibuk apa sekarang?", atau yang paling brutal, "Kok di rumah terus sih?
Fenomena mengenai pura-pura sibuk bukan sekadar hobi, tapi sudah jadi semacam self-defense bagi generasi ini. Karena di masyarakat kita, lebih baik kelihatan sibuk daripada terlihat tenang tapi gak ada kerjaan.
Tenang itu mencurigakan. Diam itu dianggap gagal. Pengangguran? Sangat tabu. Ini juga yang sedang trend di China dan juga viral di beberapa media sosial. Ada banyak pemuda yang menyewa tempat demi untuk berpura-pura kerja.
Ritual Harian Orang Sibuk Palsu
Bangun tidur langsung mandi dan berpakaian rapi, lalu minum secangkir kopi di teras sambil buka laptop. Bukan buat kerja, tapi biar terlihat siap kerja kalau ada yang lewat.
Di layar terbuka lima tab: email, spreadsheet kosong, dokumen Word judul doang dan YouTube nyamar jadi webinar. Satu lagi yang penting, buka halaman TikTok karena "butuh inspirasi kreatif."
Jam 10 pagi, posting story dengan caption: "Back to back meeting all day". Padahal Zoom Mettingnya cuma nyala doang dan ditinggal buat ngopi.
Ada kalanya masuk Zoom meeting webinar orang lain buat sekadar numpang nama, lalu mute dan tidur. Mungkin ini nantinya jadi profesionalisme kerja ala gen Z.
Jangan lupakan ritual makan siang. Foto makanan di atas meja kerja sambil kasih caption: "Lunch break singkat, masih ada tiga deadline." Padahal satu-satunya deadline adalah bayar kuota.
Lokasi: Kunci Kredibilitas
Orang yang sibuk palsu harus tahu cara memilih lokasi. Ruangan besar dan rapi adalah tempat suci. Minimal kafe dengan suasana estetik dan colokan.
Karena gak cukup cuma kerja, harus kelihatan kerja. Produktivitas itu harus bisa difoto lalu dibagikan di media sosial atau hanya buat update status WA.
Kalau ada yang tanya, "Ngapain aja hari ini?", jawabannya standar: "Wah, gak berhenti dari pagi. Banyak banget yang harus dikerjakan soalnya." Pekerjaan Sebenarnya: Manajemen Persepsi
Profesi pura-pura sibuk ini sebenarnya butuh kemampuan tinggi dalam manajemen persepsi. Seolah-olah kamu sedang membangun startup, padahal sebenarnya kamu cuma lagi menyusun strategi bertahan hidup tanpa penghasilan tetap.
Salah satu strategi jitu adalah mengucapkan istilah-istilah yang terdengar penting. Contoh: "Lagi ngerjain beberapa project freelance," atau "ada beberapa client yang lagi gue handle."
Selain itu ada juga yang mengatakan lagi Fokus ke personal branding dulu, sambil develop beberapa side hustle. Apakah klien itu nyata? Apakah hustle-nya menghasilkan? Tidak penting. Yang penting orang-orang percaya kamu bukan pengangguran.
Dunia Kantor: Arena Pura-Pura Sibuk
Pura-pura sibuk tidak hanya terjadi di rumah atau kafe. Di kantor, ini sudah jadi soft skill. Siapa cepat ketik, dia terlihat rajin. Siapa buka banyak jendela aplikasi, dia tampak multitasking. Siapa jalan cepat sambil pegang berkas, pasti lagi ngejar target. Padahal ke toilet.
Karyawan teladan pura-pura sibuk tahu timing. Mereka muncul di jam kritis, meninggalkan jejak di grup WA, lalu menghilang seperti ninja. Ketika bos tanya, mereka jawab: "Baru aja saya kirim email-nya, Pak."
Dan email itu? Baru diketik dua menit lalu setelah mendeteksi radar atasan.
Pura-Pura Sibuk, Demi Harga Diri
Kenapa semua ini dilakukan? Karena gak ada yang mau dikira gak punya arah hidup. Masyarakat lebih menerima orang yang "kayaknya sibuk" dibanding orang yang jujur bilang, "Saya lagi cari arah."
Kita hidup di dunia di mana kesibukan dipuja seperti agama. Makin kamu terlihat lelah, makin kamu dianggap sukses. Istirahat itu dosa. Rehat itu aib. Dan pengangguran? Dosa warisan.
Jadi, kalau kamu lihat temanmu buka laptop di kafe dengan muka tegang, belum tentu dia kerja. Mungkin dia cuma buka spreadsheet kosong sambil menahan tangis di dalam hatinya. Tapi jangan ganggu dia. Dia sedang melakukan sesuatu yang sangat penting: Menjaga harga diri.
Karena di zaman sekarang, lebih baik pura-pura sibuk dari pada jujur mengatakan "saya pengangguran." Baca juga Jika semua Masalah Bisa di atasi Dengan Hastag.
0 Comments